Salam
untuk ibu tercinta.
From : Bapak
Date :
19-07-2014
10:11:23 Pm
Setiap kali aku melihat pesan singkat itu, satu hal dibenak-ku “Sanggupkah
aku bila bapak tak disisi lagi?” rasa takut selalu hinggap bila mengingat apa
yang sedang terjadi dikeluargaku. Aku merasa mengapa harus ada perpisahan?.
Jika ada komunitas yang menolak perpisahan aku pasti ikut. Yakinlah, perpisahan
itu sakit rasanya. Di pesan singkat itu bapak bilang “Ibu tercinta” jika masih
cinta mengapa ingin pisah? Aku ingin sekali menolak, aku ingin menjadi
pemberontak di sini! Tapi posisiku saat ini sangat tidak memungkinkan untuk
menjadi pemberontak, aku tahu bahwa aku hanya seorang anak yang tak tahu
apa-apa tentang masalah ini.
Pagi ini cerah, matahari menyambutku dengan cahaya keemasannya, aku merasa
matahari ingin aku tersenyum. Namun, karena pesan semalam aku merasa mood-ku
hancur. Kepalaku pusing karena tidak tidur semalaman, perutku mual karena naik
kopaja pagi ini, padahal biasanya aku tak merasakan apa-apa. Saat sampai
dikelas, seperti biasa aku langsung duduk ditempatku, walau sebenarnya belum bell
masuk kelas. Kubuka handphone-ku, melihat pesan yang semalam. Hatiku
berkecamuk, mataku perih, kenapa aku cengeng? Dulu aku tak selemah ini. Oke ini
bukan aku,
Kring – Kring –
Kring
Aktivitasku
tadi terhenti karena bell masuk berbunyi. Pelajaran pertama pelajaran Bahasa
Indonesia, pelajaran kesukaanku. Saat pelajaran berlangsung, kepalaku terasa
seperti teryimpa beban berat, perutku mual, pandanganku seolah berputar, tapi
suhu tubuhku normal. Entah apa namanya yang kurasakan sekarang, sampai akhirnya
aku dibawa ke UKS (Unit Kesehatan Sekolah). Tempatnya sepi, hening,
bercahaya remang, namun cukup untuk tempat istirahat. Aku tertidur hingga bell
istirahat berbunyi. Suaranya yang keras membuatku kaget. Beberapa menit setelah bell selesai berbunyi
beberapa temang sekelasku datang. Mereka membawa makanan serta minuman untukku,
dan juga untuk mereka masing-masing, yang tentunya kami makan bersama-sama.
Disini aku merasa ada kehangatan yang tak bisa ku dapatkan dirumah.
Sebulan telah berlalu, bapak dan ibu sudah kembali sepeti semula, aku
senang. Tentu. Sebulan yang lalu adalah pengalaman yang tak bisa dilupakan. Aku
mengeluarkan berbangai macam emosi; Sebal, marah, sedih, terharu dan sekarang
aku merasakan bahagia. Matahari sudah bisa melihat aku tersenyum di pagi hari.
Senja adalah saksi bisu kebahagiaanku saat ini, senja juga yang melihat aku
sedang tersenyum sambil menuntun jemari tanganku menari-nari di atas keyboard,
menuliskan lebih dari 500 kata di dalam cerpen ini.
-The End-
Thanks for reading ;)
-Umiyati